Mudik 2014
Mudik
Mudik, fenomena tahunan yang selalu terjadi di Indonesia.
Hari ini akan saya sampaikan bagaimana fenomena ini memang ditunggu2 oleh warga
daerah yang tinggal di Ibukota. Selasa, 22 Juli 2014 saya mengikuti program
mudik bersama dari jasa raharja, organisasi pelat merah yang menaungi para
pengendara baik darat, laut, dan udara. Memilih jalur darat dan bersama-sama
dengan banyak orang di level menengah memang selalu banyak cerita dan kenalan.
Di salah satu Bus pariwisata yang disewa oleh penyelenggara, jurusan wonosari,
saya pulang dari Jakarta ke Yogyakarta. Jalur selatan menjadi pilihan karena
adanya informasi jembatan comal yang akan roboh.
Sejenak setelah para penumpang sudah memenuhi bus, saya
benar-benar merasakan aura kebersamaan mereka, apalagi di satu bus tersebut
terdiri dari orang-orang dengan tujuan yang sama yaitu wonosari, Yogyakarta.
Ya, banyak sekali perantau dari daerah tersebut, mereka mengadu nasibnya untuk
menjadi penjual bisa warteg, bakso, toko, dan karyawan. Setelah setahun mereka
menjemput rezeki di Jakarta, pada akhirnya pulang menjadi momen yang
ditunggu-tunggu untuk melihat kondisi di kampung dan berkunjung ke sanak
family.
Alhamdulillah, perjalanan lancar berangkat jam 10 Siang dari
Jakarta, sampai Jogjakarta pukul 12.00 malam (14 Jam). Mudik kali ini sebenarnya sudah yang kedua,
tetapi pengalaman pertama tak seseru pengalaman saat ini.
Di Yogyakarta
Ya, sepulang di Bantul saya tetap beraktifitas untuk
silaturahmi ke teman2, menjenguk ayah teman yang sakit, ke rumah sahabat,
sharing dengan tokoh dan belanja. Ya selama di Bantul, saya cukup rutin belanja
di pasar Beringharjo untuk dijual kembali di kios ibu saya. Hal yang patut,
diperhatikan ketika pulang ke kampung halaman dari merantau adalah tentang
kondisi kita di rantauan dan status yang melekat pada diri kita.
Presepsi orang di kampung ketika kita pulang dari merantau
adalah membawa uang banyak, bekerja di kantoran, bekerja dengan rapi, bahkan
menjadi PNS, ya banyak lah tidak ada satupun yang menanyakan tentang kualitas
hidup kita, apakah meningkat atau menurun, keagamaan kita, apakah meningkat
atau menurun. Semua pertanyaan memang berkaitan dengan yang dapat dilihat, kog
tambah kurus, kog masih sama, kog tambah hitam, kog gak pakai pesawat, kog gak
pakai kereta, dll. Ya kita harus berbesar hati. Sampaikan dengan senyum..
karena seringkali kita juga menghakimi orang lain dengan pertanyaan2 serupa,
(introspeksi)
Perlu diketahui ya kawan-kawan dan keluargaku, kerena saya
mudik bersama-sama orang yang biasa-biasa ternyata, tidak semua orang pulang
membawa uang yang banyak, mereka pulang hanya kangen dengan keluarga setelah
satu tahun merantau.
Ya sekitar 10 hari di rumah cukup bagi saya untuk sejenak
melupakan aktifitas di rantau, bersilaturahmi, dan menyapa sahabat. Lebih-lebih
bisa membantu saudara-saudara kita, teman-teman kita untuk membuka pikiran dan
pandangan tentang hakikat kehidupan.
Arus Balik
Arus balik kali ini menjadikan momen yang tidak akan
terlupakan, perjalan di H-2 masuk aktif harus ditempuh dengan waktu 51 jam. Perjalanan
Jogjakarta – Bogor. Wow Banget pokoknya. Ya inilah cara Allah menjawab doa
saya. Sebelum Pulang saya pernah ditanya oleh teman, “Ris, macet lho kalo pake
bus, pulang di hari itu” aku jawab, “Gak Papa, Kalo belum pernah tau macet, gak
bisa rasaen nikmatnya lancar” doa inilah yang di kabulkan tuntas oleh Allah
SWT. Ya, kita harus berhati-hati dalam berkata-kata.
Perjalanan macet, Bus mogok dan harus menunggu 9 jam
datangnya bus pengganti, merupakan beberapa hal yang harus saya rasakan. Perjalanan
mudik kali ini benar-benar menguji keimanan kita. Betapa tidak, subuh tidak
berhenti, dhuhur asar tidak berhenti. Itulah yang di lakukan oleh supir bus
karya jasa. Dan ketika bus melupakan Allah, Allah kasih Mogok dan Rusak Bus
Ini.
Terus apa yang harus saya lakukan, ya dengan kondisi
sesempit apapun sholat harus tetap kita laksanakan dan yang saya heran, hanya
ada 2 orang yang sholat di dalam bus. Wow inilah keadaan umat islam di negeri
ini, saya yakin sebagian besar penumpang Bus Karya Jasa ini adalah umat islam,
namun itulah kondisinya. Sholat subuh tidak bisa di jamak (konsekuensi sholat
dalam bus) waktu dhuhur asar tidak berhenti (ya harus sholat dalam bus juga)
Ya Penulis juga bukan orang yang baik sekali, penulis juga masih
banyak terdapat dosa, namun saya hanya berusaha untuk tidak meninggalkan sholat
dan apakah sholat kita diterima atau tidak, itu semuanya dan sepenuhnya hak
Allah.
Pelajaran mudik, semoga menjadi evaluasi kedepan jika ingin
mudik, dan menjadi bekal agar kita semakin mendapat hikmah di setiap kejadian
yang kita lalui. Hidup di dunia hanya sementara, jangan sampai kita
mengorbankan kepatuhan kita kepada Allah (utamanya sholat) dalam kondisi
apapun.
0 comments: