Di atas langit masih ada langit

07:25 Faris Budi 2 Comments


Selamat pagi teman2, selamat menikmati hari yang penuh barokah di hari jumat ini.
Catatan saya kali ini akan sedikit membahas mengenai sekelumit kisah kehidupan yang berada di lingkungan yang saat ini saya tempati…
Ya orang-orang hebat memang terbentuk dengan situasi dan lingkungan yang menghebatkan dirinya. Kadang saya berfikir orang hebat itu adalah yang bisa tampil di televisi, Koran, radio, mengisi seminar2 besar dlll, pokoknya yang terlihat lah…
Namun, sekarang aku semakin tersadar bahwa tidak usah jauh-jauh kita harus memandang ternyata disekitar kita sudah bisa menjadi instrokpeksi bagi diri kita. Pertanyaan yang musti dijawab, “Sebenernya saat ini saya tumbuh tidak ya?” sudah berapa besar sih kontribusi ane buat Negara, ga usah deh lari ke Negara, buat keluarga sendiri, lingkungan sendiri, seberapa besar sih? Tanyakan ke rumput tetangga… heheheh
Cerita pertama adalah Ibu kita sendiri, ya Ibu adalah manusia hebat ke 2 yang saya kagumi setelah Nabi, ya Ibu saya adalah contoh nyata. Beliau hanya lulusan SD, terbiasa kerja keras sejak kecil, mulai membantu Bu Dhe nya di pasar, hingga akhirnya bisa punya kios sendiri. Mampu menyekolahkan anak2nya sampai ke perguruan tinggi, bisa membuatkan rumah kepada anaknya, investasi tanah, bahkan mendirikan PAUD. Pun beliau sudah berangkat ke Tanah suci di umurnya yang ke 32, bahkan insyaAllah akan menemani nenek saya untuk berangkat lagi di tahun 2015 dengan jerih payahnya sendiri. Pun masih mengurusi segudang organisasi dari tingkat RT, Dukuh, Kalurahan, hingga Kecamatan. Maklum istri kepala dusun (RW kalo di kota). Ya ibu saya adalah manusia luar biasa yang pertama… I Love U, Mom...
Manusia yang kedua adalah fulan1, ya dia yatim sejak 14 tahun dan berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhannya untuk sekolah dia, untuk kuliah di Perguruan Tinggi Negeri di Bogor, dan akhirnya saat ini dia sudah memiliki usaha yang cukup untuk dirinya dan semakin berkembang… insyaAllah…
Ketiga, fulan2 seorang sarjana s1 di UI, beliau tidak memilih untuk mengikuti kebanyakan orang yang kate die, “Jakarta Minded” ya itu istilah untuk para sarjana yang sudah menempuh gelar sarjana dan berkarir di perusahaan besar untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan kejayaan perusahaanya.. entahlah, apakah mereka peduli terhadap pembangunan masyarakat? kalo kata Buya Hamka, “Kalo hanya hidup, kera di rimba juga hidup, kalo kerja hanya sekedar kerja, kerbau di sawah juga bekerja…” kembali ke temen ane yang satu ini, dia memilih kembali di Garut, membangun masyarakatnya agar sadar dengan pilihan politiknya, “pendidikan politik” dan dia memilih untuk berjualan kopi, meski guru2 dia dikampung sering menyindir dia… masak sarjana UI Cuma jualan kopi.. Adakah yang salah dengan berjualan? entah kenapa? but i am very respect for u guys... 
Keempat, fulana1… ya disaat para sarjana psikologi berkarir di berbagai macam institusi dan memiliki penghasilan yang gede, dia memilih untuk mengurusi yayasan anak berkebutuhan khusus, yang kendalanya sangat banyak… dan yang paling hebat, dia juga pengen melanjutkan s2 dan ketika ditanyaen, “emang mau jadi apa sampe kuliah s2? “ya, jadi ibu rumah tangga”.. Subhanallah… apakah terlalu banyak wanita yang tidak hidup dengan sejatinya wanita, sehingga hal yang sebenarnya fitrah, menjadi seakan2 luar biasa… guyonan apa lagi ini... Katanya  "aku gak mau dibodo2 in sama bos2 tu di perusahaan besar, ngapaen kalo sekolah tinggi2 hanya untuk di bodo2 en, lebih baik membantu orang untuk bebas dari masalahnya… “. Dia juga bilang  “kalo kamu bisa ngeliat pelan2 prosesnya sampai bisa mandiri dan berada di dalamnya, you must proud of yourself” tapi saya memilih untuk menjemput cita-cita ku….
Kelima, fulana2, mahasiswi d1 yang memiliki seeeeegudang permasalahan di umurnya yang baru menginjak 18 tahun… gak bayangin anak cewek, sebesar itu sudah dihadapkan situasi yang serba runyam dan serba gak tentu arah, (kate laguu), hehehe.  Tapi dia bisa menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya hingga bisa sampai wisuda d1, dan punya keinginan kuat untuk melanjutkan S1 di IPB, entah dari mana dia membayarnya… dan dia juga ingin memiliki sebuah yayasan yang menampung anak2 korban perceraian… Aku doakan Nak semoga cita2 mu tercapai… Aamiin3x
Ya itulah sedikit kisah yang bisa saya bagikan, ditengah kehidupan Jakarta yang padat dan macet.. itulah mengapa kita harus terus menengok angka Rpm di tubuh kita, “Mau sampe kapan, kita hanya bisa mengamati dan menarik inspirasi?” (tengok diri sendiri) ya, bertindaklah, sekecil apapun itu, tindakanmu akan dibalas oleh Yang Maha Membalas..
Dan, hidup ini terus berjalan… di atas langit, masih ada langit…


2 comments:

  1. Nice mas, terharu saya membacanya...inspiringfor me :)

    ReplyDelete
  2. Terima kasih azwar... sukses juga buat karirnya...

    ReplyDelete