“Senja di Jalan Dusun”

14:40 Faris Budi 0 Comments

Beberapa orang pulang menuju rumah dengan pakaian yang basah, mengenakan caping terlihat terburu-buru. Pada waktu itu, sore awal bulan november, gerimis yang mulai hilang sehabis hujan deras di siang hari masih terasa. Terlihat seseorang duduk sendiri di tengah sawah yang baru ditancapkan bibit-bibit pohon padi. Dia termenung terlihat melamun sambil menggerak-gerakkan bekas ranting pohon di sungai kecil yang mengalir cukup deras di depannya.
Nampaknya hujan cukup deras di siang tadi, jalan desa yang becek, dan terlihat beberapa kubangan di sepanjang jalan yang menghubungkan dua dusun yang berbatasan dengan hamparan sawah yang baru saja musim tanam terlihat membentang menampakkan betapa asrinya pemandangan kedua dusun ini. Beberapa orang terlihat bersepeda melewati jalan desa tersebut, masih mengenakan mantel plastik, pulang dari bekerja dari pusat urban yang mengarah ke utara dari desa mereka. Gunung Merapi terlihat megah dari jalan tersebut, meskipun pandangannya sedikit terganggu oleh awan mendung yang masih tersisa.
Guratan sinar orange mulai terlihat dari arah barat, saat pemuda desa melewati jalan desa tersebut. Seorang mahasiswa semester akhir dari salah satu Universitas Negeri di Yogyakarta. Dia berjalan setelah turun dari bus Koperasi Abadi jalur Jogja-Panggang menuju rumahnya yang jaraknya sekitar 750 m dari jalan Jogja-Imogiri, tempat turunnya pemuda tersebut.
Nampak wajah cukup lesu, menanteng tas gendong dan beberapa lembar berkas surat ada didalam tas tersebut. Dengan berbalut jaket jeans mengenakan baju cukup rapi dengan kemeja putih, celana hitam dan sepatu kulit hitam. Pemuda tersebut membawa buku yang berwarna hitam dengan ukuran sekitar 12×18 cm dan cukup tebal. Buku tersebut lima hari yang lalu dia pinjam dari seorang teman. Seorang teman cewek yang ia kenal ketika ia berada dalam satu kepanitiaan tempat mereka berorganisasi.
Beberapa orang yang melaluinya sempat berhenti menawarkan boncengan kepada pemuda tersebut, namun dia menolaknya. Sore itu memang banyak warga dusun yang baru pulang bekerja.
Di tengah perjalan menuju rumahnya, dia berhenti duduk di buk, -warga dusun menyebutnya begitu, pagar jembatan kecil yang terbuat dari semen- ada tulisan 5-5-05 di pojok buk tersebut, dia duduk menghadap ke utara menghadap gunung Merapi yang terlihat puncaknya saja. Ia teringat bahwa tadi ada yang bergetar di saku celananya, ternyata dia menyempatkan membaca sms yang sebenarnya sudah masuk ketika ia hampir sampai di pertigaan tempat ia turun dari bus tadi.
Terlihat dua panggilan tak terjawab dan tiga pesan di layar handphone-nya. Dia tak sempat mengangkat telepon karena pada saat itu dia membantu menurunkan barang-barang dagangan milik nenek yang ikut turun di pertigaan tadi. Satu panggilan tak terjawab dari Nisa, teman dekat dari cewek yang meminjamkan buku yang dibawanya. Satu panggilan lagi dari Alan, teman SMA pemuda tersebut. Satu pesan berisi iklan dari provider yang dipakainya, kemudian pesan satu dari teman SMP lamanya yang menanyakan kabarnya dan perihal kelulusannya, dia pun kemudian membalas sms dari temannya tersebut, sambil tersenyum teringat kenangan konyol waktu SMP bersamanya, sebuah pesan yang cukup memberikan kebahagian di hatinya. Kemudian ia membuka pesan yang satunnya lagi.
Dia kemudian menghadapkan kepalanya ke atas menghadap hamparan langit yang bercampur antara mendung dengan senja yang menghiasi pemandangan di atas hamparan sawah yang membentang. Wajah yang tadinya ceria melihat pesan yang datang dari teman lamanya kemudian berubah sesaat, ia menunduk lesu, dan tak kuat menahan keluarnya air mata dan liur dari hidungnya. Dia mengusap air mata dengan mengangkat kerah jaketnya. Kemudian ia meletakkan kedua tangannya menutup hidung dan mulut dan meletakkan kedua siku diatas pahanya. Masih telihat mata merahnya yang mengeluarkan air mata kesedihan, perasaan tidak percaya yang mendalam. Sahabat yang selama ini menemaninya, tempat ia bertukar cerita baik suka maupun duka, tempat meminta pertolongan bahkan ketika ia mengerjakan skripsi, sahabat yang sangat ia banggakan telah meninggalkannya dalam suatu kecelakaan lalulintas. Tidak ada manusia yang mampu menolak kuasa Tuhan. Sahabatnya pergi meninggalkan dia untuk selama-lamanya.

“Senja di Jalan Dusun”, Faris

0 comments: