Masinis

14:33 Faris Budi 0 Comments

Tulisan ini saya awali dengan petikan sambutan dari salah satu menteri dalam acara cap go meh tahun 2012 yang sedikit saya improvisasi. Beliau menyebutkan bahwa pemimpin itu ibarat sebuah masinis, tidak peduli siapa pun yang masuk dalam gerbong kereta, masinis tetap menjalankan keretanya sampai ke tujuan, tidak peduli pedagang, orang kantor, pemain bola, tentara, politisi, dsb tetap diantarkan sampai ke tujuan. Selain itu, permasalahan yang menyertai dalam perjalanan kereta tentu berbagai macam dan bentuk, mulai orang yg kecelakaan karena tertabrak kereta, jatuh dari gerbong, sampai keterlambatan datang kereta. Ada orang yang bayar maupun tidak masinis tetap menjalankan keretanya sampai tujuan. Masinis kereta tetap konsisten akan mengantarkan siapapun yang masuk dalam  gerbong kereta agar sampai ke tujuan. Ironisnya, beberapa orang masih saja menyalahkan masinis sebagai satu-satunya biang dari permasalahan tersebut. Padahal aturan sudah jelas dan tatcara sudah gamblang disebutkan bagaimana melewati dan atau naik kereta.

Setiap organisasi tentu memiliki banyak dinamika, dan beliau mengatakan bahwa: “kalau tidak bisa membantu, mending tidak usah mencela lah”, beliau tegas mengatakan. Setiap orang tentu dibekali oleh ilmu dan pengetahuan yang sangat mulia oleh Alloh SWT agar digunakan sebaik-baiknya untuk kemslahatan dan keutamaan. Dan setiap orang tentu memiliki kelemahan, tidak ada manusia yang diciptakan sempurna. Kita sebagai Mahasiswa UGM yang terdidik dan terpelajar merupakan hasil seleksi dari sekian ribu siswa yang ingin masuk sebagai salah satu bagian dari Universitas terbaik di Indonesia ini. Tentu, dalam berpendapat di sebuah organisasi sudah dibekali tata-cara, etika, dan aturan yang jelas dan gamblang bagi rekan-rekan yang merasa terpelajar dan sangat mumpuni untuk menerangkan bagaimana domokrasi itu dibangun.

Bagi saya yang belum dibekali cukup ilmu tentang demokrasi dan tentang kedewasaan berorganisasi menjadi sangat tidak etis jika saya hanya kasak kusuk dibelakang tanpa ada tujuan yang jelas apa sih kontribusi saya buat organisasi ini. Semua ikut introspeksi, kata Stephen Covey “Jantung dari Lingkaran Pengaruh adalah kemampuan kita untuk membuat dan menjaga komitmen dan janji. Integritas kita dalam menjaga komitmen dan kemampuan membuat komitmen adalah perwujudan terjelas dari proaktivitas”. Dalam tulisan ini saya mengajak semua orang yang masih merasa memiliki dan mendapatkan manfaat dari organisasi ini, semoga setelah membaca tulisan saya, dapat meresapi apa makna dari tulisan yang saya buat buah dari kegelisahan saya terhadap sebagian orang yang masih merasa peduli dan mendapatkan manfaat dari organisasi ini. Mohon maaf jika tulisan ini belum sesuai kaidah penulisan yang benar. Namun, saya harap tulisan ini sudah mampu memberikan sentuhan bagi siapapun untuk tergerak, dan bertindak menjadikan organisasi ini semakin kuat. Bagi anggota yang baru merasakan injakan rumput di organisasi ini, aktiflah dalam kegiatan keanggotaan, komunitas, gugus, asbid, dan tim kerja. Bahkan sekarang TKP terbuka bagi anggota yang ingin menjadi pribadi yang lebih baik. Bagi rekan-rekan yang duduk sebagai masinis dalam kereta, kita lanjutkan perjalanan ini agar organisasi ini jauh lebih baik. Tetap peduli terhadap apa pun yang menjadi bagian dari organisasi ini, tetap rendah hati, dan santun dalam bertindak dan berperilaku. Semoga Alloh SWT membalas kebaikan kita semua. Amin..

0 comments:

Wajib Baca... Mantap

19:01 Faris Budi 0 Comments

Copas dr grup wa kami (my adventure, ychi n tnyi) 

I wanna share one story here...

Namanya Ibu Septi Peni Wulandani. Kalau kalian search nama ini di google, kalian akan tahu bahwa Ibu ini dikenal sebagai Kartini masa kini. Bukan, dia bukan seorang pejuang emansipasi wanita yang mengejar kesetaraan gender lalala itu. Bukan.

Beliau seorang ibu rumah tangga profesional, penemu model hitung jaritmatika, juga seorang wanita yang amat peduli pada nasib ibu-ibu di Indonesia. Seorang wanita yang ingin mengajak wanita Indonesia kembali ke fitrahnya sebagai wanita seutuhnya. Dalam sesi itu, beliau bercerita kiprahnya sebagai ibu rumah tangga yang mendidik tiga anaknya dengan cara yang bahasa kerennya anti mainstream. It’s like I’m watching 3 Idiots. But this is not a film. This is a real story from Salatiga, Indonesia.
Semuanya berawal saat beliau memutuskan untuk menikah. Jika ada pepatah yang mengatakan bahwa pernikahan adalah peristiwa peradaban, untuk kisah Ibu Septi, pepatah itu tepat sekali. Di usianya yang masih 20 tahun, Ibu Septi sudah lulus dan mendapat SK sebagai PNS. Di saat yang bersamaan, beliau dilamar oleh seseorang. Beliau memilih untuk menikah, menerima lamaran tersebut. Namun sang calon suami mengajukan persyaratan: beliau ingin yang mendidik anak-anaknya kelak hanyalah ibu kandungnya. Artinya? Beliau ingin istrinya menjadi seorang ibu rumah tangga. Harapan untuk menjadi PNS itu pun pupus. Beliau tidak mengambilnya. Ibu Septi memilih menjadi ibu rumah tangga. Baru sampai cerita ini saja saya sudah gemeteran.

Akhirnya beliaupun menikah. Pernikahan yang unik. Sepasang suami istri ini sepakat untuk menutup semua gelar yang mereka dapat ketika kuliah. Aksi ini sempat diprotes oleh orang tua, bahkan di undangan pernikahan mereka pun tidak ada tambahan titel/ gelar di sebelah nama mereka. Keduanya sepakat bahwa setelah menikah mereka akan memulai kuliah di universitas kehidupan. Mereka akan belajar dari mana saja. Pasangan ini bahkan sering ikut berbagai kuliah umum di berbagai kampus untuk mencari ilmu. Gelar yang mereka kejar adalah gelar almarhum dan almarhumah. Subhanallah. Tentu saja tujuan mereka adalah khusnul khatimah. Sampai di sini, sudah kebayang kan bahwa pasangan ini akan mencipta keluarga yang keren?
Ya, keluarga ini makin keren ketika sudah ada anak-anak hadir melengkapi kehidupan keluarga. Dalam mendidik anak, Ibu Septi menceritakan salah satu prinsip dalam parenting adalah demokratis, merdekakan apa keinginan anak-anak. Begitupun untuk urusan sekolah. Orang tua sebaiknya memberikan alternatif terbaik lalu biarkan anak yang memilih. Ibu Septi memberikan beberapa pilihan sekolah untuk anaknya: mau sekolah favorit A? Sekolah alam? Sekolah bla bla bla. Atau tidak sekolah? Dan wow, anak-anaknya memilih untuk tidak sekolah. Tidak sekolah bukan berarti tidak mencari ilmu kan? Ibu Septi dan keluarga punya prinsip: Selama Allah dan Rasul tidak marah, berarti boleh. Yang diperintahkan Allah dan Rasul adalah agar manusia mencari ilmu. Mencari ilmu tidak melulu melalui sekolah kan? Uniknya, setiap anak harus punya project yang harus dijalani sejak usia 9 tahun. Dan hasilnya?

Enes, anak pertama. Ia begitu peduli terhadap lingkungan, punya banyak project peduli lingkungan, memperoleh penghargaan dari Ashoka, masuk koran berkali-kali. Saat ini usianya 17 tahun dan sedang menyelesaikan studi S1nya di Singapura. Ia kuliah setelah SMP, tanpa ijazah. Modal presentasi. Ia kuliah dengan biaya sendiri bermodal menjadi seorang financial analyst. Bla bla bla banyak lagi. Keren banget. Saat kuliah di tahun pertama ia sempat minta dibiayai orang tua, namun ia berjanji akan menggantinya dengan sebuah perusahaan. Subhanallah. Uang dari orang tuanya tidak ia gunakan, ia memilih menjual makanan door to door sambil mengajar anak-anak untuk membiayai kuliahnya.
Ara, anak ke-2. Ia sangat suka minum susu dan tidak bisa hidup tanpa susu. Karena itu, ia kemudian berternak sapi. Pada usianya yang masih 10 tahun, Ara sudah menjadi pebisnis sapi yang mengelola lebih dari 5000 sapi. Bisnisnya ini konon turut membangun suatu desa. WOW! Sepuluh tahun gue masih ngapain? Dan setelah kemarin kepo, Ara ternyata saat ini juga tengah kuliah di Singapura menyusul sang kakak.

Elan, si bungsu pecinta robot. Usianya masih amat belia. Ia menciptakan robot dari sampah. Ia percaya bahwa anak-anak Indonesia sebenarnya bisa membuat robotnya sendiri dan bisa menjadi kreatif. Saat ini, ia tengah mencari investor dan terus berkampanye untuk inovasi robotnya yang terbuat dari sampah. Keren!
Saya cuma menunduk, what I’ve done until my 20? :0 Banyak juga peserta yang lalu bertanya, “kenapa cuma 3, Bu?” hehe.
Dari cerita Ibu Septi sore itu, saya menyimpulkan beberapa rahasia kecil yang dimiliki keluarga ini, yaitu:

1. Anak-anak adalah jiwa yang merdeka, bersikap demokratis kepada mereka adalah suatu keniscayaan

2. Anak-anak sudah diajarkan tanggung jawab dan praktek nyata sejak kecil melalui project. Seperti yang saya bilang tadi, di usia 9 tahun, anak-anak Ibu Septi sudah diwajibkan untuk punya project yang wajib dilaksanakan. Mereka wajib presentasi kepada orang tua setiap minggu tentang project tersebut.

3. Meja makan adalah sarana untuk diskusi. Di sana mereka akan membicarakan tentang ‘kami’, tentang mereka saja, seperti sudah sukses apa? Mau sukses apa? Kesalahan apa yang dilakukan? Oh ya, keluarga ini juga punya prinsip, “kita boleh salah, yang tidak boleh itu adalah tidak belajar dari kesalahan tersebut”. Bahkan mereka punya waktu untuk merayakan kesalahan yang disebut dengan “false celebration”.

4. Rasulullah SAW sebagai role model. Kisah-kisah Rasul diulas. Pada usia sekian Rasul sudah bisa begini, maka di usia sekian berarti kita juga harus begitu. Karena alasan ini pula Enes memutuskan untuk kuliah di Singapura, ia ingin hijrah seperti yang dicontohkan Rasulullah. Ia ingin pergi ke suatu tempat di mana ia tidak dikenal sebagai anak dari orang tuanya yang memang sudah terkenal hebat.

5. Mempunyai vision board dan vision talk. Mereka punya gulungan mimpi yang dibawa ke mana-mana. Dalam setiap kesempatan bertemu dengan orang-orang hebat, mereka akan share mimpi-mimpi mereka. Prinsip mimpi: Dream it, share it, do it, grow it!

6. Selalu ditanamkan bahwa belajar itu untuk mencari ilmu, bukan untuk mencari nilai

7. Mereka punya prinsip harus jadi entrepreneur. Bahkan sang ayah pun keluar dari pekerjaannya di suatu bank dan membangun berbagai bisnis bersama keluarga. Apa yang ia dapat selama bekerja ia terapkan di bisnisnya.

8. Punya cara belajar yang unik. Selain belajar dengan cara home schooling di mana Ibu sebagai pendidik, belajar dari buku dan berbagai sumber, keluarga ini punya cara belajar yang disebut Nyantrik. Nyantrik adalah proses belajar hebat dengan orang hebat. Anak-anak akan datang ke perusahaan besar dan mengajukan diri menjadi karyawan magang. Jangan tanya magang jadi apa ya, mereka magang jadi apa aja. Ngepel, membersihkan kamar mandi, apapun. Mereka pun tidak meminta gaji. Yang penting, mereka diberi waktu 15 menit untuk berdiskusi dengan pemimpin perusahaan atau seorang yang ahli setiap hari selama magang.

9. Hal terpenting yang harus dibangun oleh sebuah keluarga adalah kesamaan visi antara suami dan istri. That’s why milih jodoh itu harus teliti. Hehe. Satu cinta belum tentu satu visi, tapi satu visi pasti satu cinta

10. Punya kurikulum yang keren, di mana fondasinya adalah iman, akhlak, adab, dan bicara.

11. Di-handle oleh ibu kandung sebagai pendidik utama. Ibu bertindak sebagai ibu, partner, teman, guru, semuanya.
Daaaan masih banyak lagi. Teman-teman yang tertarik bisa kepo twitter ibu @septipw atau gabung dan ikut kuliah online tentang keiburumahtanggaan di ibuprofesional.com.

Hhhhmmm. Gimana? Profesi ibu rumah tangga itu profesi yang keren banget bukan? Ia adalah kunci awal terbentuknya generasi brilian bangsa. Saya ingat cerita Ibu Septi di awal kondisi beliau menjadi ibu rumah tangga. Saat itu beliau iri melihat wanita sebayanya yang berpakaian rapi pergi ke kantor beliau hanya mengenakan daster. Jadilah beliau mengubah style-nya. Jadi Ibu rumah tangga itu keren, jadi tampilannya juga harus keren, bahkan punya kartu nama dengan profesi paling mulia: housewife. So, masih zaman berpikiran bahwa ibu rumah tangga itu sebatas sumur, kasur, lalala yang haknya terinjak-injak dan melanggar HAM? Duh please, housewife is everything

0 comments:

Masih Pantaskah kita mengeluh?

20:43 Faris Budi 0 Comments


Pernahkah anda membayangkan menangani anak-anak berkebutuhan khusus? Autisma, ADHD, dan sejenisnya.. Berikut ini saya sampaikan apa yang saya rasakan dalam upaya menangani anak-anak ini...
Ya, sering kita membayangkan bahwa ujian yang sedang menimpa kita, merupakan ujian yang sudah berat, sering disertai kekecewaan, kesedihan yang berlebih, bengoong seharian, dsb... itu semua tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang saya hadapi dengan mata kepala saya disini...
  “Autisma adalah kelainan perkembangan sistem   saraf  pada seseorang yang dialami  sejak  lahir  ataupun  saat masa  balita. Karakteristik  yang menonjol  pada seseorang yang mengidap kelainan ini adalah kesulitan membina hubungan sosial, berkomunikasi secara normal maupun memahami emosi serta perasaan orang lain. Di  Indonesia  sendiri,  jumlah  anak  penandang  Autisma  terus  bertambah  setiap tahun. Jika dibandingkan dengan data tahun 2000, Harian Kompas (21 Desember 2009) mencatat di tahun 1990 pertumbuhan anak autisma 1: 5000, maka di tahun 2000 menjadi 1: 500. Lalu tahun 2009 sudah mendekati perbandingan 1: 100.”
Mereka adalah bagian dari kehidupan kita yang sering dilupakan, padahal mereka seharusnya mereka adalah prioritas bagi kita untuk menyalurkan bantuan dalam bentuk apapun pun. Betapa tidak, berikut penuturan salah satu orang tua ABK yang bercerita kepada saya. “Ris, saya aja yang terbilang cukup lah, apa-apa ada, fasilitas ada, ngurusin ABK susahnya minta ampun, ribetnya luar biasa, butuh kesabaran dan keikhlasan yang ekstra, butuh biaya yang banyak banyak, sudah tak terhitunglah... Apa lagi orang miskin, gak bakalan terbayang kamu, Nangis kamu Ris, bakalan nangis kalo melihat mereka...”
Ya memang seperti itulah gambarannya, menangani ABK.. Saya telah melihat ABK yang sudah tertangani di Klinik, masih gak bisa bayangin ribetnya, apalagi masih banyak di luar sana yang malah dikurung, ditelantarkan, bahkan dibuang... Astaghfirullah... begitulah kehidupan disekitar kita, dan ini nyata... terus bagaimana dengan masa depan mereka?... siapa yang memikirkan ini coba,...
Nasib-nasib mereka lebih jauh tidak beruntung dibandingkan anak-anak yatim dan saya meyakini itu. Bukan berarti  saya mengesampingkan anak yatim. Ya,, anak yatim memang tetap perlu dibantu, tetapi menurut Ane ni... mereka masih jauh lebih beruntung, sangat beruntung bahkan.. mereka masih bisa bersekolah dengan normal, hidup bersosialisasi dengan baik, berkomunikasi dan berinteraksi layaknya orang normal.. dan sistem kelembagaannya sudah sangat baik, bantuan yang terus mengalir tanpa perlu susah payah untuk mensosialisasikan... tidak seperti ABK...
Apalagi dengan kita, saya, kalian, teman2 semua yang dilahirkan dari keluarga yang cukup bahkan lebih dari cukup, diberikan anugerah tubuh dan panca indera yang normal, tidak ada kelainan-kelainan yang melekat dalam tubuh kita. Kita sangat, sangat beruntung dilahirkan di dunia ini. Harusnya lebih banyak yang kita harus perbuat untuk lingkungan sekitar kita, Apakah layak jika kita masi mengeluh? Terus mengeluh.. berkoar-koar dalam media sosial yang sama sekali tidak ada manfaatnya..
Ya inilah yang terjadi di Indonesia, banyak orang kaya raya yang dengan mudahnya membelanjakan uangnya untuk memenuhi hawa nafsu mereka,memenuhi isi rumah mereka...  Sementara disisi lain masih banyak sekali orang-orang miskin yang masih membutuhkan bantuan, bahkan lebih dari sekedar bantuan,, semangat dan motivasi... Apalagi yang masih ditambah dan diamanahi dengan ABK... Mereka sangat membutuhkan bantuan kita...
Menangani ABK memang memerlukan biaya yang besar, kesabaran, sikap mental, dan keikhlasan yang ekstra.. biaya operasional dalam pembiayaan terapi nya sangatlah mahal... Yayasan Cinta Harapan Indonesia (YCHI) merupakan sebuah yayasan yang menangani terapi ABK secara GRATIS bagi orang yang tidak mampu. Lembaga ini sudah mampu melebarkan sayapnya sampai mempunyai 7 klinik, yang pada saat itu masih dibantu korporasi besar dalam sebagian pembiayaannya.. Namun, sekarang ketika koorporasi ini tidak lagi menyokong pembiayaannya... lembaga ini tetap harus tumbuh dan bertahan ditengah biaya operasional yang terus dikeluarkan dan tidak sedikit,, karena tidak sampe hati pemilik yayasan untuk menutup sebagian dari kliniknya karena, siapa lagi yang membantu mereka kalo bukan kita ris... kamu harus berperan...
 “Kemiskinan telah membuat kondisi anak penyandang Autisma dan berkebutuhan  khusus  semakin memburuk  karena  tidak  bisa mendapatkan penanganan.
YCHI  Autism  Center  sebagai  lembaga  yang  bergerak  dalam penanganan Autisma dan berkebutuhan khusus memberikan pelayanan terapi  gratis  kepada  anak  autisma  dan  berkebutuhan  khusus  dari keluarga dhuafa.
Saat  ini YCHI Autism Center menangani  anak-anak  penyandang autisma  dan  berkebutuhan  khusus  lainnya  yang  tersebar  tersebar  di wilayah Jakarta, Lampung, Bandung Barat, Solo, Jepara, dan Madiun.
Dan  masih  ada  ratusan  anak  lainnya  yang  menunggu  untuk  bisa mendapatkan  penanganan.  Oleh  karena  itu,  kami  sangat  berharap dapat  memperoleh  dukungan  berkaitan  dengan  kelancaran  program yang kami jalankan.
Kami yakin, dukungan akan memberikan kami kesempatan untuk mengembangkan pelayanan ke lebih banyak anak berkebutuhan khusus dari keluarga kurang mampu di penjuru Indonesia. “
 
Masih pantaskah kita mengeluh?... Saya sangat salut kepada orang tua, terapis, dan volunteer yang sangat sabar untuk sama-sama berjuang membantu mereka yang membutuhkan... Cara yang paling tepat agar lembaga ini semakin berkembang dan kepedulian masyarakat terhadap mereka semakin tinggi, adalah dengan membuat sebuah gerakan. Gerakan yang nantinya tumbuh dengan sendirinya tanpa perlu di manage, sehingga bantuan akan terus mengalir kepada mereka-mereka yang membutuhkan.. akan muncul dalam waktu dekat... Bismillah,....
Kami menerima sumbangan dalam bentuk apapun untuk membantu ABK  dan orang tua mereka agar memiliki semangat dalam menjalani kehidupannya, saluran bantuan anda bisa di transfer dalam bentuk dana di rekening kami atau kirim ke alamat kami. Informasi ada website kami...

YAYASAN CINTA HARAPAN INDONESIA
Alamat : Jl. Raya Cilandak KKO, Komplek VICO No. 3A Rt. 001/Rw. 07, Kel. Cilandak Timur, 
Kec. Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12560 . Telp :(021) 9372-4536 / Fax :  (021) 780-4822
Website : www.ychicenter.org / Email : ychicenter@gmail.com
atau bisa kontak langsung saya di 085643897377 (faris) BB 7567467E


0 comments:

Di atas langit masih ada langit

07:25 Faris Budi 2 Comments


Selamat pagi teman2, selamat menikmati hari yang penuh barokah di hari jumat ini.
Catatan saya kali ini akan sedikit membahas mengenai sekelumit kisah kehidupan yang berada di lingkungan yang saat ini saya tempati…
Ya orang-orang hebat memang terbentuk dengan situasi dan lingkungan yang menghebatkan dirinya. Kadang saya berfikir orang hebat itu adalah yang bisa tampil di televisi, Koran, radio, mengisi seminar2 besar dlll, pokoknya yang terlihat lah…
Namun, sekarang aku semakin tersadar bahwa tidak usah jauh-jauh kita harus memandang ternyata disekitar kita sudah bisa menjadi instrokpeksi bagi diri kita. Pertanyaan yang musti dijawab, “Sebenernya saat ini saya tumbuh tidak ya?” sudah berapa besar sih kontribusi ane buat Negara, ga usah deh lari ke Negara, buat keluarga sendiri, lingkungan sendiri, seberapa besar sih? Tanyakan ke rumput tetangga… heheheh
Cerita pertama adalah Ibu kita sendiri, ya Ibu adalah manusia hebat ke 2 yang saya kagumi setelah Nabi, ya Ibu saya adalah contoh nyata. Beliau hanya lulusan SD, terbiasa kerja keras sejak kecil, mulai membantu Bu Dhe nya di pasar, hingga akhirnya bisa punya kios sendiri. Mampu menyekolahkan anak2nya sampai ke perguruan tinggi, bisa membuatkan rumah kepada anaknya, investasi tanah, bahkan mendirikan PAUD. Pun beliau sudah berangkat ke Tanah suci di umurnya yang ke 32, bahkan insyaAllah akan menemani nenek saya untuk berangkat lagi di tahun 2015 dengan jerih payahnya sendiri. Pun masih mengurusi segudang organisasi dari tingkat RT, Dukuh, Kalurahan, hingga Kecamatan. Maklum istri kepala dusun (RW kalo di kota). Ya ibu saya adalah manusia luar biasa yang pertama… I Love U, Mom...
Manusia yang kedua adalah fulan1, ya dia yatim sejak 14 tahun dan berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhannya untuk sekolah dia, untuk kuliah di Perguruan Tinggi Negeri di Bogor, dan akhirnya saat ini dia sudah memiliki usaha yang cukup untuk dirinya dan semakin berkembang… insyaAllah…
Ketiga, fulan2 seorang sarjana s1 di UI, beliau tidak memilih untuk mengikuti kebanyakan orang yang kate die, “Jakarta Minded” ya itu istilah untuk para sarjana yang sudah menempuh gelar sarjana dan berkarir di perusahaan besar untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan kejayaan perusahaanya.. entahlah, apakah mereka peduli terhadap pembangunan masyarakat? kalo kata Buya Hamka, “Kalo hanya hidup, kera di rimba juga hidup, kalo kerja hanya sekedar kerja, kerbau di sawah juga bekerja…” kembali ke temen ane yang satu ini, dia memilih kembali di Garut, membangun masyarakatnya agar sadar dengan pilihan politiknya, “pendidikan politik” dan dia memilih untuk berjualan kopi, meski guru2 dia dikampung sering menyindir dia… masak sarjana UI Cuma jualan kopi.. Adakah yang salah dengan berjualan? entah kenapa? but i am very respect for u guys... 
Keempat, fulana1… ya disaat para sarjana psikologi berkarir di berbagai macam institusi dan memiliki penghasilan yang gede, dia memilih untuk mengurusi yayasan anak berkebutuhan khusus, yang kendalanya sangat banyak… dan yang paling hebat, dia juga pengen melanjutkan s2 dan ketika ditanyaen, “emang mau jadi apa sampe kuliah s2? “ya, jadi ibu rumah tangga”.. Subhanallah… apakah terlalu banyak wanita yang tidak hidup dengan sejatinya wanita, sehingga hal yang sebenarnya fitrah, menjadi seakan2 luar biasa… guyonan apa lagi ini... Katanya  "aku gak mau dibodo2 in sama bos2 tu di perusahaan besar, ngapaen kalo sekolah tinggi2 hanya untuk di bodo2 en, lebih baik membantu orang untuk bebas dari masalahnya… “. Dia juga bilang  “kalo kamu bisa ngeliat pelan2 prosesnya sampai bisa mandiri dan berada di dalamnya, you must proud of yourself” tapi saya memilih untuk menjemput cita-cita ku….
Kelima, fulana2, mahasiswi d1 yang memiliki seeeeegudang permasalahan di umurnya yang baru menginjak 18 tahun… gak bayangin anak cewek, sebesar itu sudah dihadapkan situasi yang serba runyam dan serba gak tentu arah, (kate laguu), hehehe.  Tapi dia bisa menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya hingga bisa sampai wisuda d1, dan punya keinginan kuat untuk melanjutkan S1 di IPB, entah dari mana dia membayarnya… dan dia juga ingin memiliki sebuah yayasan yang menampung anak2 korban perceraian… Aku doakan Nak semoga cita2 mu tercapai… Aamiin3x
Ya itulah sedikit kisah yang bisa saya bagikan, ditengah kehidupan Jakarta yang padat dan macet.. itulah mengapa kita harus terus menengok angka Rpm di tubuh kita, “Mau sampe kapan, kita hanya bisa mengamati dan menarik inspirasi?” (tengok diri sendiri) ya, bertindaklah, sekecil apapun itu, tindakanmu akan dibalas oleh Yang Maha Membalas..
Dan, hidup ini terus berjalan… di atas langit, masih ada langit…


2 comments:

Mengenali siapa aku, Part 2 (habis)

06:52 Faris Budi 0 Comments


Kemanakah Aku setelah hidup?
Melanjutkan kembali tulisan yang beberapa hari yang lalu aku tulis tentang 3 pertanyaan penting dalam hidup ini. Siapakah aku?, Untuk apa aku diciptakan? Dan kemanakah aku setelah hidup? Aku adalah makhluk Allah, aku diciptakan untuk beribadah dan menjadi khalifah, dan pertanyaan ketiga akan kita ulas dalam tulisan kali ini.
Kemanakah aku setelah hidup? Semua makhluk di dunia ini akan mengalami kematian. Jadi tujuan besar hidup ini adalah kematian. Namun, dibalik kematian itu ada kehidupan yang kekal yaitu kehidupan di akhirat kelak. Ya sebagai manusia, kita harus mengetahui benar tujuan hidup kita kelak. Allah sudah sangat detail berfirman dalam Al Quran, bahwa akan adanya hari akhir, hari penghitungan, dan hari keputusan dimana kita akan hidup kekal yaitu surga dan neraka.
Semua orang tentu mengharapkan mendapatkan surga di akhirat kelak. Namun, tidak semua orang sadar bahwa mendapatkan surga butuh perjuangan, butuh keikhlasan, butuh ridho Allah SWT. Tidak ada yang menjamin dan tidak ada yang memastikan kita sebagai manusia biasa, bukan nabi, bukan wali yang sudah dijanjikan masuk surganya Allah. Terus bagaimana usaha-usaha untuk mendapatkan ridho Allah tersebut?
Semua tentu punya rumus dan cara masing-masing dan yang paling menentukan adalah di akhir kehidupan kita. Bisa jadi, sekarang kita menjadi orang baik namun, kelak tidak tahu. Ataupun sebaliknya. Mudahnya adalah dengan membandingkan, ya dengan membandingkan kehidupan dan perjuangan orang-orang yang sudah dijamin masuk surga oleh Allah. Nha di titik kita saat ini, bagaimana jarak antara mereka dan kita,  yang bisa menjawab tentu masing-masing dari kita semua.
Dengan menjawab pertanyaan ketiga ini, kita senantiasa dituntut untuk berhati-hati dalam menjalani kehidupan. Kita harus bisa memilih pilihan yang diridhoi Tuhan. Kita sadar bahwa selalu diawasi oleh Tuhan, dan kita tidak tahu persis, kapan kita akan dipanggil oleh Tuhan. Semua orang seharusnya sadar bahwa, ada kehidupan yang lebih kita cintai dibandingkan kehidupan dunia yang sifatnya sementara dan hanya sebentar dan isinya hanya senda gurau. Orang jawa bilang “Urip iku, mung koyo mampir ngombe” sebentar sekali dibandingkan kehidupan yang kekal abadi di akhirat kelak.
Oleh karena itu semua, mulai sekarang kita harus bisa membaca, Apa yang terjadi di negeri ini, berita-berita yang banyak muncul di layar televisi adalah karena tidak sadarnya banyak manusia di negeri ini, dan alangkah baiknya, dalam pertanyaan-pertanyaan form menjadi apapun profesi di negeri ini, dengan menjawab tiga pertanyaan besar dalam hidup ini, atau menulis essay dengan menjawab tiga pertanyaan ini. “Dari mana kita berasal? Untuk apa kita hidup? Dan kemanakah kita setelah hidup?”
Ya sebagai makhluk Allah, sebenarnya kita tinggal menjalani apa2 yang sudah diperintahkan Allah, meneladani junjungan kita, Nabi Muhammad SAW. Ibarat seorang prajurit kita tinggal “Sendiko dhawuh” apa yang sudah menjadi fitrah kita sebagai makhluk Allah. Karena hanya dengan itulah kita bisa menikmati surga di kehidupan akhirat yang kekal abadi.


0 comments: